Milad ke-31 Ukhuwatul Islamiyah: Kesadaran Kelembagaan dan Perluasan Bidang Dakwah

Foto Wisudah Da’i Angkatan XVIII

Terbentang dalam sejarah pergerakan dakwah di Kabupaten Gowa, bahwa 31 tahun silam, dua tokoh utama Datok KH Muhammad Ramli bin Madal dan KH Muhammad Hasan Tahir yang didukung oleh beberapa sahabat lainnya menyepakati terbentuknya satu majelis yang diberi nama Ukhuwatul Islamiyah. Tersebut dalam selayang pandang organisasi Ukhuwatul Islamiyah bahwa awal mula pergerakan dakwah dilakukan di daerah Malino sebagai upaya untuk membentengi gejala pelemahan aqidah yang terjadi saat itu.

Ismail Rasulong

Tahapan Perjalanan Majelis Ukhuwatul Islamiyah

Seiring perjalanan waktu, sejak tahun 2000 an pergerakan dakwah khas Ukhuwatul Islamiyah mulai menyasar ke wilayah perkotaan terutama Makassar dan wilayah dataran rendah Kabupaten Gowa yang kemudian membangun markaz pergerakan dakwah di Panciro Kecamatan Bajeng. Sejak saat itu, kaderisasi penggerak dakwah sudah mulai dilakukan dengan merekrut orang-orang yang memiliki kesadaran sama bahwa ajaran ilmu hakikat khas Ukhuwatul Islamiyah harus disebarluaskan kepada umat sekaligus untuk merespon semakin banyaknya masyarakat yang ingin bergabung dan berguru kepada dua kyai khas Ukhuwatul Islamiyah.


Kini, Majelis Ukhuwatul Islamiyah telah menginjak usia yang relatif dewasa, 31 Tahun. Dalam rentang waktu tersebut, dapat dikatakan bahwa majelis ini telah memasuki etape keempat perjalanannya. Etape pertama adalah tahap peletakan dasar. Pada fase ini, kedua tokoh pendiri Ukhuwatul Islamiyah yaitu Datok KH Muhammad Ramli bin Madal dan KH Muhammad Hasan Tahir sepakat untuk mendakwahkan ilmu hakikat yang saat itu masih merupakan ilmu yang “disembunyikan”. Mereka memilih wilayah Malino Kabupaten Gowa sebagai basis utama pergerakan dakwah mereka di tahap awal karena adanya fenomena proses pendangkalan aqidah yang terjadi. Dengan semangat dan komitmen mereka berdua yang dibantu dengan beberapa orang sahabat, maka dakwah yang dilakukan terutama ajaran-ajaran ilmu hakikat berterima baik di kalangan masyarakat Malino saat itu.


Etape kedua adalah Tahap Perluasan Gerakan Dakwah. Antusiasme masyarakat Malino untuk mendalami ajaran-ajaran ilmu hakikat yang disebarkan oleh dua tokoh utama Ukhuwatul Islamiyah dan dibantu oleh beberapa orang sahabat beliau yang sudah memperoleh pembinaan khusus menstimuli semangat dan girah baru untuk memperluas wilayah dakwah ke Kota Makassar dan sekitarnya. Etape ini ditandai dengan membangun markaz dakwah dan pembinaan jamaah di Desa Panciro Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa.


Etape ketiga adalah Tahap Pengorganisasian Dakwah. Rupanya, antusiasme masyarakat untuk berguru ilmu hakikat kepada kedua tokoh sentral Ukhuwatul Islamiyah begitu berkembang sehingga jumlah jamaah semakin banyak dan harus dilayani dengan baik. Ajaran ilmu Hakikat tidak hanya menyebar di Kabupaten Gowa dan Kota Makassar tetapi orang-orang dari luar daerah tersebut juga mulai berdatangan. Keadaan ini menuntut energi ekstra dari kedua Kyai Utama Majelis ini. Oleh karena itu pada tahun 2005 dibentuklah lembaga perkaderan formal “Lembaga Dakwah Ukhuwatul Islamiyah – LDUI” yang disiapkan untuk membantu masyarakat yang rindu dan haus dengan ceramah atau pencerahan ilmu-ilmu Hakikat, apalagi pada saat itu jumlah jamaah telah menyebar secara luas ke daerah-daerah lain.


Etape Keempat adalah Tahap Penguatan Kelembagaan dan Diversifikasi Bidang Dakwah. Di usia yang ke-32 ini, Majelis Ukhuwatul Islamiyah sedang berada pada fase untuk penguatan kelembagaan organisasi dan perluasan bidang dakwah. Etape ini ditandai dengan pendaftaran yuridis formal organisasi dengan bentuk Yayasan Pendidikan Ukhuwatul Islamiyah dan Yayasan Qurra wal Huffadz Ukhuwatul Islamiyah. Kedua organisasi ini ibarat “Dwi Tunggal” –dua yang tak terpisahkan– karena Yayasan Pendidikan Ukhuwatul Islamiyah fokus pada pembinaan jamaah dan pengorganisasian dakwah sedangkan Yayasan Qurra wal Huffadz diikhtiarkan untuk mendiversifikasi gerakan dakwah di bidang pendidikan formal berupa pesantren tahfidz dan pesantren modern.


Tantangan dan Keniscayaan Organisasi

Menyitir salah satu ayat di QS As Shaaf ayat 4:
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِهِۦ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَٰنٌ مَّرْصُوصٌ
yang artinya, Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.


Organisasi adalah tempat berhimpun yang diikat oleh tujuan yang sama. Kesadaran akan pentingnya menghimpun jamaah telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagai ikutan dan teladan umat muslim. Bahkan QS As Shaaf ayat 4 tersebut dengan jelas mengisyaratkan bahwa memperjuangkan kebaikan, menegakkan Kalimat Tauhid itu harus dilakukan dengan berjamaah atau berorganisasi. Penghimpunan di dalam barisan yang teratur hanya mungkin dicapai melalui pengorganisasian yang kuat dan kekokohan organisasi hanya bisa diciptakan jika hadir kesadaran para anggotanya untuk mencapai visi dan misi yang disepakati bersama. Itulah sebabnya Ali bin Abi Thalib, Sahabat sekaligus Menantu Rasulullah SAW pernah mengatakan “Kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”.


Apa yang telah diletakkan pondasinya oleh dua tokoh utama Majelis Ukhuwatul Islamiyah yaitu Datok KH Muhammad Ramli bin Madal dan KH Muhammad Hasan Tahir harus dilanjutkan dan dikembangkan oleh jamaah yang masih hidup saat ini. Bahtera majelis ini telah berlayar dengan tujuan yang mulia membangun kesadaran dan menyebarkan kesadaran akan hakikat ajaran Rasulullah SAW. Pelayaran ini harus terus berlanjut, panji-panji dakwah ilmu hakikat dari Majelis Ukhuwatul Islmiyah mesti terus dikibarkan, dan semua itu hanya efektif jika dilakukan dalam kesatuan gerak dan terorganisir dengan baik.


Paling tidak, ada sekian banyak tantangan kekinian dari organisasi Ukhuwatul Islamiyah, diantaranya adalah:


Pertama, Penataan Struktur Kelembagaan
Mengutip Leach, Stewart, dan Waish (1994), mereka mengatakan bahwa struktur dari sebuah organisasi adalah pola aturan, posisi, dan peran yang memberikan arah dan koherensi pada strategi dan proses organisasi, dan secara tipikal digambarkan dalam diagram organisasi, deskripsi pekerjaan dan pola-pola kewenangan. Jumlah jamaah Ukhuwatul Islamiyah yang sudah banyak dan menyebar di setiap wilayah harus dihimpun dengan baik agar tidak terserak-serak. Oleh karena itu dibutuhkan pengaturan secara organisasi agar jangkauan koordinasi dari pusat hingga ke tingkatan paling bawah berjalan dengan baik dan kesatuan cita-cita yang diikat oleh kekuatan jamaah dapat tercipta. Bagaimana menciptakan itu? jawabannya adalah kelengkapan infstruktur dan suprastruktur organisasi.


Infrastruktur organisasi adalah seperangkat sarana yang disiapkan organisasi untuk menjamin agar fungsi-fungsi organisasi bisa berjalan dengan baik. Infrastrtuktur dapat berupa aturan, kebijakan, struktur organisasi, kewenangan dan tanggung jawab, dan lain sebagainya. Sedangkan Suprastruktur adalah sumber daya manusia yang akan menjalankannya.


Kedua, Inventarisasi dan Revitalisasi Da’i
Lembaga Dakwah Ukhuwatul Islamiyah (LDUI) yang selama ini menjadi ujung tombak utama penyebarluasan dakwah ilmu hakikat yang khas Ukhuwatul Islamiyah harus terkoordinasi dengan baik sampai ke tingkatan organisasi paling bawah. Jumlah Da’i yang telah dicetak memang terbilang sudah cukup banyak, paling tidak hingga saat ini sudah lebih dari 700 an Da’i bersertifikat Ukhuwatul Islamiyah. Kekuatan ini mestinya menjadi energi utama pergerakan organisasi ke depan dan harus dipastikan agar tetap istiqamah dan peduli pada organisasi yang melahirkannya. Inventarisasi kegiatan dakwah para Da’i Ukhuwatul Islamiyah bisa dilakukan pada sektor masing-masing dan Revitalisasinya bisa dikoordinasikan oleh organisasi pusat LDUI melalui refreshing Da’i secara berkala.


Ketiga, Kesadaran Kelembagaan
Kesadaran internal perlu ditumbuhkan dan dibangun sehingga kebijakan organisasi dapat dieksekusi secara berjamaah. Setiap organisasi pasti memiliki dinamikanya masing-masing, sehingga bisa dipastikan bahwa perbedaan persepsi antar anggota organisasi selalu ada. Tetapi menjadi tanggung jawab seluruh anggota pula untuk menghadirkan kesadaran pada ikatan cita-cita mulia dari organisasi yang tidak boleh dilupakan. Oleh karena itu penting ditanamkan agar para da’i yang dilahirkan dari proses pendidikan dan pelatihan formal untuk menumbuhkan kebersamaan, harmonisasi, dan kepaduan gerak untuk kepentingan organisasi secara keseluruhan. Ilmu yang diajarkan tidak hanya sekedar diterima dan dipahami tetapi juga organisasinya harus dikembangkan bersama dengan menghilangkan sikap apatisme dalam organisasi.


Majelis Ukhuwatul Islamiyah sebagai aset umat Islam harus dipastikan terus menerus hadir di tengah-tengah umat sebagai organisasi yang tidak sekedar mendakwahkan dan menyebarkan ilmu hakikat tetapi juga harus mengepakkan sayapnya untuk membukti nyatakan ajaran-ajaran Rahmatan Lil ‘Alamin dan hal itu akan indah jika dilakukan dengan gerakan kekuatan jamaah di tengah-tengah masyarakat.


Keempat, Pelacakan Jamaah Untuk Database
Rasanya sulit dibantah jika dikatakan bahwa jamaah Ukhuwatul Islamiyah sudah banyak dan tersebar dimana-mana. Tetapi berapa banyaknya dan dimana saja domisilinya, itulah yang “abu-abu” alias tidak ada data. Ukuran organisasi ditentukan oleh jumlah anggotanya dan karena Majelis Ukhuwatul Islamiyah ini adalah organisasi keagamaan dan dakwah maka data keanggotaan menjadi penting sebagai basis sumber daya sekaligus medan pembinaan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, belum terlambat jika mulai setelah milad ke 32 ini, pendataan jamaah harus dilakukan semampu yang bisa dilakukan mulai dari tingkatan paling bawah dan bagi jamaah yang baru akan bergabung harus teradministrasi dengan baik. Mengapa ini penting? karena salah satu faktor kemajuan organisasi dewasa ini ditentukan dari kemampuannya memanfaatkan data base yang ada untuk mendesain tindakan untuk mencapai visi dan misi organisasinya.


Kelima, Perluasan Bidang Kegiatan
Guna memastikan keberlanjutan organisasi di masa mendatang adalah lahirnya generasi-generasi pelanjut yang dipersiapkan sejak awal. Selama ini Majelis Ukhuwatul Islamiyah telah berhasil menyebarluaskan ajaran-ajaran ilmu Hakikat di tengah-tengah masyarakat ditambah setiap tahun pendidikan dan pelatihan Da’i secara formal dilakukan. Tetapi hal tersebut hanya menjangkau kalangan tertentu pada batasan umur yang tertentu pula. Oleh karena itu, dibutuhkan pelebaran sayap-sayap dakwah dengan menggarap bidang pendidikan formal kepesantrenan. Program ini telah dilakukan dengan adanya pendidikan tahfidz dan sekarang sudah diperluas lagi dengan membuka pesantren modern.


Pendidikan kepesantrenan menjadi garapan baru bagi Majelis Ukhuwatul Islamiyah. Jika rekruitmen anggota secara kultural selama ini telah berlangsung dan pendidikan Da’i juga sudah berjalan maka untuk mempersiapkan generasi pelanjut yang terdidik secara formal dilakukan melalui pesantren. Hal ini penting agar calon generasi muda Islam sejak awal sudah dibekali dengan pemahaman tauhid yang kuat sehingga aqidahnya kokoh dan kuat, demikian pula pengetahuan dan pengenalannya terhadap organisasi Ukhuwatul Islamiyah mendarah daging.


Disamping menggarap bidang pendidikan formal kepesantrenan, maka penting pula dipikirkan untuk bergerak pada bidan sosial keagamaan agar organisasi Ukhuwatul Islamiyah bisa hadir di tengah-tengah masyarakat dengan kontribusi nyata pada keberdayaan ummat. Apa yang bisa dilakukan dalam konteks ini? Tentu saja dengan memanfaatkan kekuatan jamaah dengan mengorganisasi sumber daya ekonomi ummat melalui lembaga amil zakat, infaq, shadaqah, dan waqaf (ZISWaf).


Demikianlah potret besar sebagai gagasan kecil dari saya sebagai seorang pemerhati gerakan dakwah dan keberdayaan umat. Pandangan ini merupan opini pribadi yang dirangkai menurut sudut pandang keilmuan saya di bidang manajemen. Akhirnya saya menyampaikan selamat Milad ke-31 kepada Majelis Ukhuwatul Islamiyah, Semoga organisasi ini dapat semakin berkembang, dikenal luas, dan bermanfaat nyata bagi umat dan keumatan.
والله عالم بشواب

Model Pendidikan Ta’dib Lembaga Dakwah Ukhuwatul Islamiyah

Oleh:

Ismail Rasulong

(Peserta Pendidikan dan Pelatihan Da’i Angkatan XVIII)

Tulisan ini diilhami oleh hasil pengamatan dan mengalami langsung kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Da’i/Da’iyah yang diselenggarakan oleh Lembaga Dakwah Ukhuwatul Islamiyah (LDUI) di Kabupaten Gowa. Sebagai seorang yang berlatar belakang akademisi dengan basic keilmuan bidang manajemen, penulis tertarik untuk memberikan Analisa melalui proses mengalami langsung.

Beberapa yang menarik untuk didalami dari sisi keilmuan manajemen adalah pertama, hadirnya suatu Lembaga yang mampu melakukan kegiatan Pendidikan dan pelatihan secara mandiri dengan durasi waktu yang cukup lama yaitu enam bulan dengan jumlah jam belajar per hari kurang lebih 6 jam pelajaran. Untuk kategori Lembaga Dakwah dengan konteks Pendidikan dan Pelatihan Da’i/Da’iyah, rasanya hampir susah ditemukan di Indonesia ada Lembaga yang melakukan penggemblengan dengan durasi waktu yang sedemikian Panjang.

Kedua, model Pendidikan dan Pelatihan yang dilaksanakan menggabungkan empat dimensi kecerdasan sekaligus yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan sosial. Keempat dimensi kecerdasan ini secara apik mampu dielaborasi oleh penyelenggara secara terstruktur sehingga pada akhir kegiatan pelatihan kemampuan peserta benar-benar bisa teruji. Bahwa ada peserta yang berkemampuan terbatas, itu hal yang lumrah saja, tetapi penulis yakin kalaupun diukur dengan angka-angka kuantitatif dengan menggunakan alat statistik sekalipun, pasti learning outcome yang diharapkan tercapai dengan angka yang signifikan.

Ketiga, model penyajian materi dengan struktur kurikulum yang tidak tertulis atau tidak terbukukan dengan baik ternyata tidak signfikan memengaruhi output dari kegiatan pelatihan. Para peserta yang dari awal hanya diberikan atau disodorkan tata tertib yang mengikat sedangkan bahan/materi termasuk judul-judul materi dalam kegiatan pelatihan tidak dijelaskan ternyata tidak merupakan kendala. Demikian halnya dengan model penyajian materi yang didominasi dengan sistem ceramah tanpa pemberian modul atau materi presentasi ternyata justru mengasah kemampuan peserta untuk melakukan pendalaman melalui diskusi-diskusi di luar sesi Pendidikan dan pelatihan.

Keempat, tahapan-tahapan yang ditempuh dan disajikan oleh penyelenggara menunjukkan adanya sequencies atau keterkaitan yang erat dimulai dari tahapan pembahasan materi dengan durasi waktu selama dua bulan, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok dua bulan, dan praktik selama dua bulan mampu mengantarkan peserta dengan berbagai variasi latar belakang Pendidikan dan kemampuan akademik yang beragam menjadi orang-orang dengan keterampilan berdakwah yang dibutuhkan. Paling tidak bekal yang diperolehnya selama enam bulan mampu merubah peserta dari titik nol ke titik terampil.

Apa yang Unik?

Secara teoritik, kegiatan Pendidikan dan Pelatihan pasti ditujukan oleh pengembanan sumber daya manusia. Jika merujuk pada definisi di Wikipedia, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi  dirinya  untuk  memiliki  kekuatan  spiritual, pengendalian  diri,  kepribadian,  kecerdasan,  akhlak  mulia  serta  keterampilan yang  diperlukan  dalam  dirinya.  Sedangkan pelatihan diartikan sebagai bagian dari kegiatan Pendidikan dengan muara diperolehnya keterampilan khusus yang diperlukan dan yang menjadi tujuan penyelenggara yaitu berkembangnya aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta.

Suatu saat dalam diskusi terbatas, Narasumber utama dalam pelaksanaan Diklat tersebut pernah mengemukakan tentang konsep Al-Ta’dib dalam proses Pendidikan. KH. Tachyuddin Thahir mengemukakan beberapa tingkatan yang dapat dilakukan yaitu dengan Ta’lim, Tarbiyah, dan Ta’dib. Jika konsep Ta’lim diartikan sebagai proses yang terus menerus diusahakan manusia sejak lahir yang hanya mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan Tarbiyah adalah proses mengasuh, membina, mengembangkan, dan memelihara kematangan suatu objek. Selanjutnya Al-Ta’dib lebih dalam dari dua konsep sebelumnya karena Ta’dib sebagai bentuk Masdar dari “addaba” yang berarti pengenalan dan pengakuan terhadap nilai-nilai yang ditanamkan kepada manusia dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa. Dalam konteks ini, Ta’dib akan membawa seseorang pada pengenalan dan pengakuan akan Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaannya. Hadits yang dinukil adalah “Addabani Rabbi fa ahsana Ta’dibi” (Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik pendidikanku).

Pernyataan ini mendorong penulis untuk berselancar untuk menemukan apa sesungguhnya yang unik sekaligus pembeda dari model Ta’dib yang dipraktekkan dalam kegiatan Diklat Da’i/Da’iyah oleh LDUI. Akhirnya penulis menemukan bahwa dalil utama yang digunakan sebagai hakikat dari tujuan Pendidikan adalah QS. Al-Anbiya Ayat 107:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ 

Artinya:

Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi Rahmat bagi sekalian Alam.

Ayat tersebut mengandung esensi dari misi Pendidikan Islam yaitu menjadi rahmat yang membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Misi sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin ini telah diperankan secara sempurna oleh Rasulullah Muhammad SAW sebagai satu-satunya teladan dan ikutan terbaik bagi seluruh manusia.

Syech Muhammad Naquid Al-Attas mengemukakan secara tegas konsep Ta’dib sebagai suatu konsep yang tepat untuk karena menjadi kunci yang mengantarkan seseorang untuk mengenalkan dirinya sebagai “sesuatu” di dalam penuntutan ilmu yang berarti memahami posisi diri sendiri dan segala wujud yang ada dalam tatanan tingkat wujud. Konsep Pendidikan Ta’dib yang oleh Al-Attas diartikan sebagai adab merupakan output utama yang diharapkan dari kegiatan Pendidikan. Melalui adab akan mengantarkan pada ta’zim (realisasi kebesaran Islam), dan ta’zim akan menuju kepada ta’mil (kehendak untuk berserah diri secara penuh kepada Allah SWT).

Berdasarkan hal tersebut, penulis dapat memastikan bahwa model Pendidikan dan Pelatihan yang dilaksanakan oleh LDUI adalah model Pendidikan Ta’dib. Mengapa? Karena output yang diharapkan bukan sekedar bertambahnya ilmu, pengetahuan, dan pemahaman tentang ilmu hakikat atau Makrifatullah dan Makrifaturrasul, tetapi empat dimensi kecerdasan primer harus terpenuhi dan dibukti nyatakan atau diaktualkan dalam bentuk perbuatan dan Tindakan, sikap dan perilaku yang berwujud pada adab dan akhlaqul karimah. Mengenal diri yang sejati adalah buah dari ilmu yang dituntut yang berbuah pemahaman spiritual yang mendalam. Akan tetapi, semua itu akan kehilangan makna apabila tidak mampu dibuktinyatakan oleh setiap peserta dalam bentuk adab dan akhlaq di lingkungan sosial kemasyarakatan.

Itulah sebabnya, tepat jika dikatakan bahwa kegiatan Pendidikan dan Pelatihan itu hanya jalan atau sarana untuk mengantarkan peserta sampai pada terbentuknya pengetahuan dan pemahaman serta keterampilan yang dibutuhkan untuk berdakwah, tetapi sekolah atau Pendidikan yang sebenarnya akan diuji dalam lingkungan sosial sebagai ajang pembuktian apakah bekal untuk semakin mendalami ilmu dan pemahaman tentang Makrifatullah dan Makrifaturrasul masih terus berlanjut dan berbuah pada akhlaq yang paripurna di tengah-tengah masyarakat ataukah justru berhenti pada tingkat pemahaman, mendakwahkannya tetapi miskin dari sikap dan perilaku sebagaimana yang senantiasa dituntunkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.

Apa yang Mesti Dilakukan Ke Depan

Lembaga Dakwah Ukhuwatul Islamiyah secara khusus dan Yayasan Pendidikan Ukhuwatul Islamiyah secara umum harus mampu mempertahankan dan berupaya untuk terus mengembangkan model Pendidikan Ta’dib yang sudah dilaksanakan selama ini. Perluasan spektrum kegiatan Pendidikan berupa pendalaman pemahaman akan nilai-nilai spiritual melalui pengenalan akan diri yang sebenar-benarnya diri, Makrifaturrasul, dan Makrifatullah mutlak diperlukan. Kegiatan dakwah atau Pendidikan perlu dipikirkan secara seksama model dan cakupannya. Jika selama ini Pendidikan hanya bagi jamaah yang memiliki intensi untuk menjadi Da’i/Da’iyah maka ke depan perlu dipikirkan untuk membuka kajian-kajian informal secara periodik dan sistematis bagi jama’ah-jama’ah lainnya dalam bentuk follow up (tindak lanjut) dari “rincian” yang terbatas durasinya. Hal ini sangat dimungkinkan apabila ada kesepahaman bahwa ilmu dan pemahaman yang diterimakan harus terus di asah, dikaji, dan didalami agar berdampak pada syi’ar organisasi secara lebih luas. Penulis yakin, melalui pengelolaan yang baik, rumah besar Ukhuwatul Islamiyah akan mewujud menjadi salah satu organisasi keagamaan yang memberi kemanfaatan besar bagi ummat terutama masyarakat muslim yang haus akan ilmu hakikat.

Akhirnya, penulis menyampaikan selamat kepada LDUI dan secara umum Yayasan Pendidikan Ukhuwatul Islamiyah yang telah hadir mengisi ruang-ruang ruhani ummat. Selamat menjadi Rumah Ruhani bagi Ummat. Selamat atas Pengukuhan Da’i/Da;iyah Angkatan XVIII semoga tetap istiqamah untuk mendakwahkan ilmu hakikat di tengah-tengah masyarakat. Wallahu a’lam bishshawab.

Pengembangan Wirausahawan Muda

Ismail Rasulong di Kuala Lumpu
Menerima Sertifikat Pemakalah

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Ismail Rasulong, tampil sebagai pembicara pada Forum Ekonomi Islam, di Kampus International Islamic University Malaysia (IIUM), Kuala Lumpur, Malaysia, Sabtu, 18 Maret 2017.

Ismail Rasulong yang berangkat ke Kuala Lumpur bersama mantan Dekan FEB Unismuh dan kini menjabat Direktur Humas dan Publikasi Unismuh Makassar, Mahmud Nuhung, serta sejumlah anggota delegasi lainnya, memaparkan makalah berjudul: Model Pengembangan Wirausahawan Muda Bagi Masyarakat Pesisir di Kabupaten Takalar.

Peserta pertemuan adalah anggota Islamic Economic Forum for Indonesian Development, jelas Ismail, dalam rilis yang diterima, Sabtu, 18 Maret 2017.

Selain berkunjung ke Kampus International Islamic University Malaysia (IIUM), katanya, delegasi Unismuh dan peserta Islamic Economic Forum for Indonesian Development, juga melakukan kunjungan silaturrahim ke Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia. (win/hh/ar)

Kado Milad 104 Tahun Muhammadiyah

Oleh: Mukhaer Pakkanna

Muhammadiyah lahir 104 tahun yang lalu, tepatnya 8 Zulhijjah 1330 H atau 18 November 1912. Menyetir keterangan Kiai Syudja, murid Kiai Ahmad Dahlan, bahwa ide inti pendirian Muhammadiyah merujuk pada QS. Al Anfal; 24, `Wahai orang-orang beriman, sambutlah panggilan Allah dan Rasul-Nya apabila kamu telah dipanggil kepada apa yang dapat menghidupkan kamu …`.
Apa makna diktum dari pesan ayat tersebut? Kiai Dahlan menafsirkan, Islam sebagai agama rahmat lil `alamin bukan sekadar agama pemuas spritualitas, bukan sebagai kumpulan ajaran ritual, tapi Islam adalah agama amalan, agama praxis. Karena itu, Islam harus kompatibel dengan modernitas. Islam harus aktual dalam proses perubahan. Dengan demikian, ajaran Islam menurut Muhammadiyah harus senantiasa ditafsir ulang sesuai perubahan. Lanjutkan membaca “Kado Milad 104 Tahun Muhammadiyah”

UBC, Saatnya “Move On”

image

Pada 15 Februari 2016 saya membaca sebuah laporan yang ditulis di Harian Fajar dengan judul yang membuat saya tiba-tiba terinspirasi. “Rp 13 M untuk Wirausaha Baru”, begitu judul berita dibaca. Dalam tulisan tersebut disebutkan penuturan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Sulsel, Syamsul Alam Ibrahim yang menyatakan anggaran tersebut difokuskan untuk program pelatihan. Rp 13 m untuk melatih wirausaha baru dan/Rp 3,5 m untuk pelatihan pengelola koperasi. Program Wirausaha baru ini direncanakan berbasis desa dengan target ada penambahan jumlah wirausaha baru sekira 3000 tiap tahun.

Lanjutkan membaca “UBC, Saatnya “Move On””

BUM Desa, Membangun Wirausaha dari Desa

ismailtklarweb
Ket. Foto: Penulis berdiskusi ringan dengan kawan penggiat desa di Takalar

Tulisan ini diinspirasi oleh fenomena yang diceritakan oleh salah seorang kepala desa teman saya di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan, tempat kelahiran saya. Beliau menceritakan bahwa BUMDes di desanya belum berjalan karena bingung usaha apa yang cocok dan bisa produktif, padahal sudah ada modal yang disisihkan dari dana Anggaran Dana Desa (ADD), menurut kawan saya ini, hal ini umumnya dialami pula oleh kepala desa yang lain di Kabupaten Takalar. BUMDes atau Badan Usaha Milik Desa, yang saya tahu telah muncul sinyal kelahirannya sejak di undangkannya UU No. 22 Tahun 2002 kemudian dipertegas kembali dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Selanjutnya semakin nyata kemunculannya sejak diundangkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan lebih spesifik lagi diatur melalui Peraturan Menteri Desa, Pembagunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015.

Lanjutkan membaca “BUM Desa, Membangun Wirausaha dari Desa”

Pesona Kebun Raya Massenrempulu Enrekang

enrekang-1Selasa, 9 Pebruari 2016 saya mendampingi mahasiswa untuk studi lapang perencanaan pembangunan di Kabupaten Enrekang. Tempat yang kami kunjungi adalah Kebun Raya Massenrempulu Enrekang (KRME), suatu kawasan dengan luasan 300 hektar di wilayah Kecamatan Maiwa sekitar 25 km sebelum Kota Enrekang. Jujur, kami baru tahu jika di Enrekang ada juga kebun raya yang ternyata pengelolaannya banyak belajar dari Kebun Raya Bogor. Walaupun rencana awalnya kami akan berkunjung ke pusat pengembangan sutra alam di Enrekang tapi begitu makassar mengetahui ada kebun raya, kami lalu putuskan untuk ke tempat itu.

Lanjutkan membaca “Pesona Kebun Raya Massenrempulu Enrekang”

Bisnis Center Unismuh: Asa, Sumber Pendanaan Baru

ubc.Bisnis center dalam pengertian umum adalah sebuah pusat bisnis dalam bidang perdagangan barang dan jasa, jika itu tempatnya di perguruan tinggi berarti menyatu dalam kendali organisasi perguruan tinggi bersangkutan. Pengintegrasian kegiatan bisnis dengan pengelolaan pendidikan di dalam satu atap, diilhami oleh kenyataan bahwa sangat tidak mungkin pengelolaan pendidikan tinggi hanya mengandalkan sumber pendanaan dari mahasiswa. Bagi kampus swasta, tentu saja hal ini akan memberatkan, karena di satu sisi pengelolaan pendidikan tinggi sejantinya tidak berorientasi profit tapi lebih ke aspek sosial namun di sisi yang lain ada tuntutan peningkatan kualitas yang konsekuensinya membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.

Lanjutkan membaca “Bisnis Center Unismuh: Asa, Sumber Pendanaan Baru”

Relasi “Jamur” dengan Inflasi

Tahukah anda dengan Jamur ?. Jamur atau cendawan adalah sejenis tumbuhan yagng tidak mempunyai klorofil atau zat hijau daun. Tumbuhan ini biasanya tumbuh saat musim penghujan. Cara hidup tumbuhan ini bersifat simbiosis mutualisme, dalam arti hidup saling menguntungkan karena disamping menyerap makanan dari tanaman lain, juga menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi zimbionnya. Sementara Inflasi yang umum kita ketahui adalah suatu kondisi dimana harga-harga umum meningkat secara terus menerus dalam jangka panjang. Saya tidak akan memgulasnya dengan pendekatan statistical yang njlimet, tapi tulisan ini sesungguhnya sebuah analogi sederhana yang bisa diterima serius ataupun sekedar candaan semata.

Lanjutkan membaca “Relasi “Jamur” dengan Inflasi”

Welcome Back !

Rasanya judul di atas cukup mewakili maksud tulisan ini. Lama sekali blog ini tidak terurus, ibarat sepasang kekasih yang jarang saling membelai, he he. Sejatinya blog ini bisa dimanfaatkan dengan optimal apabila secara berkala bisa di update isinya. Tapi yah, lagi-lagi alasan klise karena tidak memiliki waktu yang lebih luang sehingga blog ini menjadi tidak prioritas untuk didandani.

Lanjutkan membaca “Welcome Back !”